Jumat, 02 November 2012

Bidadari Surga (ISLAM)

inilah-para-bidadari-surga-menurut-al-quran
Sumber ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadist banyak memuat penjelasan tentang kondisi di surga terkait dengan keberadaan bidadari ini. Beberapa hadist (sekurang-kurangnya melalui terjemahan Bahasa Inggeris atau Indonesia) memberikan gambaran tentang adanya hubungan seksual di surga, disamping adanya penjelasan Rasulullah tentang surga yang ‘tidak pernah terlihat oleh mata dan terpikirkan oleh pikiran’ –

Untuk itu, mari kita coba mencari tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kita sendiri tentang bidadari di sorga melalui cara ‘mengutak-utik’ informasi yang tersedia di dalam Al-Qur’an.

Dari terjemahan Al-Qur’an berbahasa Indonesia kita menemukan sekurang-kurangnya 8 kelompok ayat yang memuat kata tentang bidadari di surga. Dari 8 kelompok ayat tersebut hanya 3 ayat yang menyebut secara jelas tentang bidadari, yaitu kata ‘huurin ‘iin’: kadzaalika wazawwajnaahum bihuurin ‘iinin"


[44:54] demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari.muttaki-iina ‘alaa sururin mashfuufatin wazawwajnaahum bihuurin ‘iinin"

[52:20] mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli.Wahuurun ‘iinun, ka-amtsaali allu/lui almaknuuni

[56:22] Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli,

[56:23] laksana mutiara yang tersimpan baik.

kata bidadari melalui kata ganti termuat dalam 5 kelompok ayat Al-Qur’an:

1wa’indahum qaasiraatu alththharfi ‘iinun, ka-annahunna baydhun maknuunun

[37:48] Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya,

[37:49] seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik.

wa’indahum = dan disisi merekaqaasiraatu = tidak liar pandanganatthafri = ujung/mata‘inun = mata2. wa’indahum qaasiraatu alththharfi atraabun

[38:52] Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya dan sebaya umurnya.

wa’indahum = dan disisi mereka qaasiraatu = tidak liar pandangan atthafri = ujung/mata atraabun = sebaya3. fiihinna qaasiraatu alththharfi lam yathmitshunna insun qablahum walaa jaannun, ka-annahunna alyaaquutu waalmarjaanu

[55:56] Di dalam sorga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.

[55:58] Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.fiihinna = didalamnya mereka qaasiratu = pendek/menundukkan athafri = ujung/mata lamyathmitshunna = tidak/belum menyentuh mereka insun = manusia4. fiihinna khayraatun hisaanun, huurun maqshuuraatun fii alkhiyaami

[55:70] Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik.

[55:72] (Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah.fiihinna = di dalamnya mereka khayraatun = baik-baik hisaanun = bagus-bagus/cantik-cantik huurun = yang putih/jelita maqsuuraatun = tersimpan/terpingit filkhiyaami = dalam mahligai/rumah5. innaa ansya/naahunna insyaan, faja’alnaahunna abkaaraan, ‘uruban atraabaan

[56:35] Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung

[56:36] dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.

[56:37] penuh cinta lagi sebaya umurnya.inna = sesungguhnya Kami ansya’naahunna = Kami jadikan mereka insyaa’an = dengan kejadian faja’alnaahunna = maka kami jadikan mereka abkaaran = gadis-gadis perawan.

Dari kelima kelompok ayat tersebut hanya yang nomer 5 yang secara jelas menyebut objek yang dimaksud adalah berjenis kelamin wanita, sedangkan keempat ayat lainnya tidak secara jelas mengindikasikan apakah yang dimaksud adalah wanita atau bukan. Dalam terjemahan bahasa Indonesia kelompok ayat nomer 5 dibuat penjelasan dalam tanda kurung ‘bidadari’. Tafsir Jalalain juga memberikan penjelasan bahwa makhluk yang diciptakan tersebut adalah bidadari sekalipun Al-Qur’an tidak menyebut objeknya, dan kata ‘insyaa’an’ diartikan dengan kata ‘langsung’ yaitu yang diciptakan tanpa melalui proses kelahiran terlebih dahulu, sedangkan Tafsir Al-Mishbah tidak mengartikannya sebagai ‘bidadari’ dan tetap memakai kata ganti ‘mereka’, sedangkan kata ‘insyaa’an’ ditafsirkan dengan kata ‘sempurna’, sehingga bunyinya: ”Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dengan penciptaan sempurna.”, suatu penafsiran yang belum tentu berarti ‘diciptakan tanpa melalui proses kelahiran’.

Selanjutnya Ustadz Quraish Shihab menjelaskan kalimat ‘lagi sebaya umurnya’ dengan menyampaikan hadist diriwayatkan oleh at-Tirmidzi bahwa seorang wanita tua datang kepada Nabi Muhammad SAW memohon dido’akan agar masuk surga. Nabi menjawabnya dengan bersabda (dengan tujuan bergurau sambil mengajar):”Beritahu wanita itu, bahwa dia tidak akan memasukinya dalam keadaan tua. Sesungguhnya Allah berfirman (lalu beliau membacakan ayat-ayat diatas) . Hadist ini diriwayatkan juga oleh al-Baihaqi dan ath-Thabarani, namun oleh Ibnu Hajar dinilai merupakan hadist lemah.

Kalau kita merujuk kepada penjelasan ini maka ‘diduga keras’ wanita yang dimaksud QS[56:35-37] adalah manusia biasa yang mendapat anugerah surga dan bukan bidadari seperti yang dimaksud dengan kata ‘huurin ‘iin’ dalam QS[44:54], QS[52:20], QS[56:22].

Dalam keempat kelompok ayat yang lain, Al-Qur’an menyampaikan adanya ‘sesuatu’ di surga yang mempunyai ciri-ciri: punya pandangan yang tidak liar, jelita matanya ibarat telur burung unta, berumur sebaya, sopan dan selalu menundukkan pandangan, belum pernah disentuh manusia, seperti permata yakut dan marjan, yang cantik (atau bagus), putih dan tersimpan dalam mahligai.

Kita tentunya boleh saja mengartikan ciri-ciri ini secara fisik dan harfiah dan itu mempunyai ‘peluang besar’ menuju kepada sosok wanita. Namun tidak salah juga kalau beberapa ahli tafsir mengartikan ciri-ciri tersebut secara majaazi, bahwa maksud ‘pandangan tidak liar’ adalah ‘sesuatu’ tersebut punya perhatian hanya terbatas kepada pasangannya, pandangan yang terbuka lebar penuh perhatian, murni, tulus dan setia kepada pasangan, intinya betul-betul merupakan ‘sesuatu’ yang cocok di hati. Keempat kelompok ayat tersebut tidak menjelaskan apa jenis kelamin ‘sesuatu’ itu. Dan ternyata ini juga sejalan dengan pengertian kata ‘huurin ‘iin’.

Penjelasan ini juga tidak membatasi penafsiran bahwa yang dimaksud adalah ‘sesuatu’ yang diciptakan di surga atau merupakan manusia yang menjadi penghuni surga, baik laki-laki maupun perempuan.Tafsir al-Mishbah menjelaskan bahwa kata ‘hur’ adalah bentuk jamak dari kata ‘hauraa’ yang pertama menunjuk kepada jenis kelamin feminin dan yang kedua jenis maskulin. Ini berarti bahwa kata ‘hur’ adalah kata yang netral kelamin – bisa laki-laki dan bisa perempuan. Kata ‘hur’ sendiri menurut ar-Raghib al-Ashfahaani adalah tampak sedikit keputihan pada mata disela kehitamannya (dalam arti yang putih sangat putih dan yang hitam sangat hitam). Bisa juga ia berarti ‘bulat’, ada juga yang mengartikan ‘sipit’. Sedangkan kata ‘iin’ adalah jamak dari kata ‘aina’ dan ‘ain’ yang berarti’ bermata besar dan indah’.

Penjelasan kata ‘huurin ‘iin’ berdasarkan arti katanya ternyata sejalan dengan bunyi ayat lain tentang ‘sesuatu’ yang akan menjadi pasangan manusia yang masuk surga nantinya.Pertanyaan muncul dengan adanya ayat [52:20] ..dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli. Kata ‘dikawinkan’ berasal dari kata ‘zawwajnaahum’ tidak dipahami dalam arti mengawinkan. Ini bukan saja karena di akherat ini tidak ada lagi ‘taklif’ dan kewajiban syariat berupa akad nikah dan lain-lainnya, tetapi juga karena ayat diatas menggunakan idiom ‘bi’ ketika menggunakan kata ‘zawwaja’.

Biasanya kata mengawinkan diungkapkan tanpa menyertakan idiom ‘bi’ yakni ‘zawwaja fulanah’ atau dalam konteks ayat ini – jika yang dimaksud dengannya mengawinkan tentu redaksinya ‘zawwajnaahum Huur ‘in’ dan bukan ‘zawwajnaahum bihuurin ‘iinin. Kalau begitu maka arti kata ‘zawwajnaahum’ bisa kita artikan lebih luas dan tidak hanya terbatas pada hubungan perkawinan antara laki-laki dan wanita. Kata ini mungkin boleh diartikan dengan ‘dipasangkan’ yang punya arti luas.Sekarang kita coba mencari penjelasan Al-Qur’an tentang adanya hubungan antar penghuni surga, misalnya disampaikan dalam ayat ini:

[2:25] "Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya."

Dalam tafsir Jalalain, Imam Jalaluddin al-Mahalli secara jelas mengartikan ‘azwaajun muthahharatun’ sebagai isteri-isteri yang disucikan, sedangkan dalam Tafsir Al-Mishbah, Ustadz Quarish Shihab mengartikannya dengan ‘pasangan-pasangan yang disucikan’, sekalipun dalam beberapa penjelasannya beliau menyinggung bahwa yang dimaksud pasangan itu adalah suami atau isteri. Kalimat ‘azwaajun muthahharatun’ terkait dengan surga ini juga diungkapkan dalam QS[3:15], QS[4:57]. Kata ’azwaajun’ juga dipakai dalam beberapa ayat Al-Qur’an yang merujuk kepada ‘istri’ antara lain pada ayat QS[2:232], QS[9:24], QS[24:6]. QS[64:14], QS[66:5], dst. Sedangkan kata yang sama dan diartikan ‘pasangan’ digunakan pada ayat: QS[78:8], QS[6:143], QS[35:11], QS[36:36], QS[38:58], kata ‘pasangan’ pada ayat terakhir tidak selalu diartikan sebagai suami atau istri, misalnya QS [6:143] ..(yaitu) delapan binatang yang berpasangan (tsamaaniyata azwaajin).

Berdasarkan beberapa penjelasan ayat Al-Qur’an diatas, marilah kita mencoba untuk ‘berandai-andai’ tentang surga.

Ternyata Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa di surga, manusia yang jadi penghuninya mempunyai pasangan dan hal tersebut tidak selalu diartikan sebagai pasangan suami istri, dan yang dikatakan sebagai ‘bidadari’ itu ternyata tidak hanya terbatas pada pengertian pasangan wanita saja. Persoalan ini tidaklah aneh dalam sejarah penafsiran Al-Qur’an, karena sebagai firman Allah, kemampuan kita untuk menafsirkannya sangat terbatas. Ketika Allah menyampaikan hanya satu kata firman-Nya, kelihatan tidak cukup jutaan buku yang dibuat manusia untuk menjelaskan maknanya, Allah menyatakan:

[18:109] "Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”.

[31:27] "Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Maka ketika manusia berusaha menjelaskan kalimat-kalimat Allah, apalagi yang terkait dengan sesuatu yang (masih) ghaib, tidak akan habis-habisnya manusia memberikan penafsirannya, hebatnya seluruh penafsiran tersebut seolah-olah ‘tenggelam’ dalam kalimat-kalimat Allah tersebut.Di sisi lain, Al-Qur’an juga bisa berfungsi sebagai cermin bagi manusia, memantulkan apa yang ada dalam diri kita ketika berhadapan dengannya.

Pada mulanya Al-Qur’an diturunkan pada bangsa Arab dan para penafsir awal adalah kaum laki-laki dari bangsa tersebut, maka mereka yang memang terkenal punya karakter ‘manusia gurun yang perkasa’ terutama terkait dengan wanita, ayat tersebut ‘memantulkan’ karakter tersebut sehingga muncul penafsiran yang ‘berpihak’ kepada kaum lelaki yang menggambarkan wanita cantik, putih bersih, setia, tunduk, dan inilah penafsiran yang muncul bertahun-tahun sehingga membentuk ‘stereotip’ tentang surga yang dipenuhi bidadari. Tentu saja ini tidaklah salah karena seperti disebutkan sebelumnya, penafsiran ini seolah-olah ‘tenggelam’ di dalamnya dan artinya tetap bisa diterima.

Namun bagaimana kalau yang berhadapan dengan ayat tersebut adalah seorang wanita? Kita juga ‘mempersilahkan’ wanita tersebut ‘berandai-andai’ bahwa di surga nanti dia akan menemui pasangan, bisa seorang suami, bisa juga suaminya yang di dunia, bisa juga wanita lain sebagai sahabat ‘sejiwa’, teman terdekat yang tidak akan mengkhianati dan yang selalu mendampingi, tidak seperti pasangannya di dunia seperti kekasih, suami, sahabat yang (hampir dapat) dipastikan pernah berkhianat.

Misalkan seorang yang terobsesi untuk menjadi vokalis group heavy metal, namun sayang cita-citanya kandas karena umurnya sudah menjelang ’50-an dan group musik yang dibentuknya ketika remaja hancur berantakan akibat ketidak-kompakan. Apakah kira-kira yang akan dia khayalkan kalau nantinya dia bisa masuk surga? Sangat boleh jadi di surga nanti dia ingin menjadi vokalis dan rocker terkenal, seperti Ian Gillan ataupun Ronny james Dio. Dapatkah kita menebak siapa kira-kira yang akan menjadi ‘bidadari’nya? Maka yang akan menjadi ‘huurin ‘iin’ adalah teman satu group, bisa gitaris model Ritchie Blackmore atau Steve Morse atau drummer jagoan dari grup Deep Purple seperti Ian paice, dll. Temannya tersebut akan menjadi pasangan yang setia, group musiknya tidak bakalan bubar, anggota yang lain hanya punya perhatian dan pandangan terfokus padanya, itulah yang menjadi ‘bidadari’ miliknya di surga nanti, demikian pula dia terhadap sahabat-sahabatnya.

Atau katakanlah anda terobsesi menjadi pemain bola seperti David Beckham, maka yang menjadi ‘huurin ‘iin’ anda adalah pemain lain seperti Garry Neville atau Wayne Rooney serta punya ‘huurin ‘iin’ pelatih sehebat Sir Alex Ferguson. ‘Huurin ‘iin’ anda tersebut merupakan anggota se team anda yang selalu tahu dan mengerti apa maunya anda, mampu memberikan ‘umpan-umpan matang’ agar anda bisa beraksi.

Namun rasanya boleh-boleh saja jika anda adalah seorang yang punya 'naluri edan' model Kaisar Caligula, kaisar Romawi yang gemar mengoleksi perempuan sehingga singgasananya selalu dikelilingi puluhan wanita cantik dan seksi, maka ‘huurin ‘iin’ anda di surga ‘tidak akan jauh-jauh’ dari hal tersebut.

Kalaupun kemudian kita bertanya: ”Lalu, apa maksudnya Allah sengaja memberikan ‘sesuatu’ kelak di surga yang akan menjadi pasangan manusia penghuninya? Apa perlunya?”

Kita mengetahui bahwa manusia adalah makhluk sosial karena tidak bakalan bisa hidup sendiri. Kelihatannya di surga nanti nalurinya sebagai makhluk sosial tidak akan berubah. Maka ketika kelak manusia bersosialisasi di surga dia akan berhadapan dan berinteraksi dengan makhluk-makhluk lain. Dengan menyampaikan adanya ‘huurin ‘iin’ ini, maka Allah – yang sangat mengerti tentang manusia – tidak hanya menyiapkan, makanan dan minuman dan tempat tinggal yang indah, tapi juga menyiapkan ‘masyarakat’ tempat para penghuninya bersosialisasi dan berinteraksi.Ternyata ‘bidadari’ di surga tidak harus perempuan, dan hubungan kita dengannya tidak harus berupa hubungan seksual. Apa yang kita tafsirkan dari penjelasan Al-Qur’an tentang itu merupakan ‘pantulan’ dari obsesi kita sendiri, Allah berfirman:

[43:71] "Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya”.

Semasa belajar mengaji di madrasah dulu, pak ustadz pernah mengatakan lebih kurang begini:

"Kelak, jika kalian beruntung masuk sorga, maka apa pun keinginan yang terlintas di benak kalian, niscaya akan segera dipenuhi oleh Allah, bahkan sebelum kalian sendiri sempat mengejapkan mata!"


Artinya, apa yang disediakan oleh Allah di sorga meliputi segala sesuatu yang diinginkan oleh setiap penghuni sorga sendiri. Jadi, apa pun wujud keinginan itu, menjadi sangat tergantung pada angan-angan seseorang. Boleh jadi itu mesum dan boleh jadi juga tidak. Tapi semua itu hanya dapat dibuktikannya sendiri jika dia sangat beruntung dan kelak diijinkan oleh Allah untuk masuk sorga!
 
SUMBER: http://www.ceritamu.com/Cerita-Religi/Artikel/Inilah-Para-Bidadari-Surga-Menurut-Al-Qur-an

Rabu, 31 Oktober 2012

Manfaat Jilbab Menurut Islam & Sains

Manfaat Jilbab Menurut Islam dan Sains


Allah memerintahkan sesuatu pasti ada manfaatnya untuk kebaikan manusia. Dan setiap yang benar-benar manfaat dan dibutuhkan manusia dalam kehidupannya, pasti disyariatkan atau diperintahkan oleh-Nya. Di antara perintah Allah itu adalah berjilbab bagi wanita muslimah. Berikut ini beberapa manfaat berjilbab menurut Islam dan ilmu pengetahuan.

1. Selamat dari adzab Allah (adzab neraka)
“Ada dua macam penghuni Neraka yang tak pernah kulihat sebelumnya; sekelompok laki-laki yang memegang cemeti laksana ekor sapi, mereka mencambuk manusia dengannya. Dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang, sesat dan menyesatkan, yang dikepala mereka ada sesuatu mirip punuk unta. Mereka (wanita-wanita seperti ini) tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya. Sedangkan bau surga itu tercium dari jarak yang jauh” (HR. Muslim).

Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang” ialah mereka yang menutup sebagian tubuhnya dan menampakkan sebagian lainnya dengan maksud menunjukkan kecantikannya.
“Wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang” ialah mereka yang menutup sebagian tubuhnya dan menampakkan sebagian lainnya dengan maksud menunjukkan kecantikannya.

2. Terhindar dari pelecehan
Banyaknya pelecehan seksual terhadap kaum wanita adalah akibat tingkah laku mereka sendiri. Karena wanita merupakan fitnah (godaan) terbesar. Sebagaiman sabda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam,
“Sepeninggalku tak ada fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.” (HR. Bukhari)

Jikalau wanita pada jaman Rasul merupakan fitnah terbesar bagi laki-laki padahal wanita pada jaman ini konsisten terhadap jilbab mereka dan tak banyak lelaki jahat saat itu, maka bagaimana wanita pada jaman sekarang??? Tentunya akan menjadi target pelecehan. Hal ini telah terbukti dengan tingginya pelecehan di negara-negara Eropa (wanitanya tidak berjilbab).

3. Memelihara kecemburuan laki-laki
Sifat cemburu adalah sifat yang telah Allah subhanahu wata'ala tanamkan kepada hati laki-laki agar lebih menjaga harga diri wanita yang menjadi mahramnya. Cemburu merupakan sifat terpuji dalam Islam.
“Allah itu cemburu dan orang beriman juga cemburu. Kecemburuan Allah adalah apabila seorang mukmin menghampiri apa yang diharamkan-Nya.” (HR. Muslim)

Bila jilbab ditanggalkan, rasa cemburu laki-laki akan hilang. Sehingga jika terjadi pelecehan tidak ada yang akan membela.

4. Akan seperti biadadari surga
“Dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang menundukkan pandangannya, mereka tak pernah disentuh seorang manusia atau jin pun sebelumnya.” (QS. Ar-Rahman: 56)

“Mereka laksana permata yakut dan marjan.” (QS. Ar-Rahman: 58)

“Mereka laksana telur yang tersimpan rapi.” (QS. Ash-Shaffaat: 49)

Dengan berjilbab, wanita akan memiliki sifat seperti bidadari surga. Yaitu menundukkan pandangan, tak pernah disentuh oleh yang bukan mahramnya, yang senantiasa dirumah untuk menjaga kehormatan diri. Wanita inilah merupakan perhiasan yang amatlah berharga.
Dengan berjilbab, wanita akan memiliki sifat seperti bidadari surga.

5. Mencegah penyakit kanker kulit
Kanker adalah sekumpulan penyakit yang menyebabkan sebagian sel tubuh berubah sifatnya. Kanker kulit adalah tumor-tumor yang terbentuk akibat kekacauan dalam sel yang disebabkan oleh penyinaran, zat-zat kimia, dan sebagainya.

Penelitian menunjukkan kanker kulit biasanya disebabkan oleh sinar Ultra Violet (UV) yang menyinari wajah, leher, tangan, dan kaki. Kanker ini banyak menyerang orang berkulit putih, sebab kulit putih lebih mudah terbakar matahari.

Kanker tidaklah membeda-bedakan antara laki-laki dan wanita. Hanya saja, wanita memiliki daya tahan tubuh lebih rendah daripada laki-laki. Oleh karena itu, wanita lebih mudah terserang penyakit khususnya kanker kulit.

Oleh karena itu, cara untuk melindungi tubuh dari kanker kulit adalah dengan menutupi kulit. Salah satunya dengan berjilbab. Karena dengan berjilbab, kita melindungi kulit kita dari sinar UV. Melindungi tubuh bukan dengan memakai kerudung gaul dan baju ketat. Kenapa? Karena hal itu percuma saja. Karena sinar UV masih bisa menembus pakaian yang ketat apalagi pakaian transparan. Berjilbab disini haruslah sesuai kriteria jilbab.

6. Memperlambat gejala penuaan
Penuaan adalah proses alamiah yang sudah pasti dialami oleh semua orang yaitu lambatnya proses pertumbuhan dan pembelahan sel-sel dalam tubuh. Gejala-gejala penuaan antara lain adalah rambut memutih, kulit keriput, dan lain-lain.

Penyebab utama gejala penuaan adalah sinar matahari. Sinar matahari memang penting bagi pembentukan vitamin Dyang berperan penting terhadap kesehatan kulit. Namun, secara ilmiah dapat dijelaskan bahwa sinar matahari merangsang melanosit (sel-sel melanin) untuk mengeluarkan melanin, akibatnya rusaklah jaringan kolagen dan elastin. Jaringan kolagen dan elastin berperan penting dalam menjaga keindahan dan kelenturan kulit.
Jilbab adalah kewajiban untuk setiap muslimah.

Krim-krim pelindung kulit pun tidak mampu melindungi kulit secara total dari sinar matahari. Sehingga dianjurkan untuk melindungi tubuh dengan jilbab.

Jilbab adalah kewajiban untuk setiap muslimah. Dan jilbab pun memiliki manfaat. Ternyata tak sekedar membawa manfaat ukhrawi namun banyak juga manfaat duniawinya. Jilbab tak hanya sekedar menjaga iman dan takwa pemakainya, namun juga membuat kulit terlindungi dari penyakit kanker dan proses penuaan.
"Ternyata jilbab tak sekedar membawa manfaat ukhrawi namun banyak juga manfaat duniawinya. Jilbab tak hanya sekedar menjaga iman dan takwa pemakainya, namun juga membuat kulit terlindungi dari penyakit kanker dan proses penuaan."

Demikianlah Allah memberi kasih sayangnya kepada wanita melalui syariat islam yang sempurna.
Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
semoga bermanfaat ya ukhti :) amin

                http://meyheriadi.blogspot.com/2011/02/manfaat-jilbab-menurut-islam-dan-sains.html

Senin, 29 Oktober 2012

Pakai Jilbab ? Berani Dong !! :) Memakai Jilbab Banyak Manfaatnya

Seperti film yang diputar dalam gerakan-gerakan lambat, begitulah saya melihat diri ini tujuh belas tahun lalu. 
2 April 1988, saya duduk di kelas II SMA, hampir naik kelas III.
Siapa saya? Remaja yang mencari jati diri. Di kelas saya selalu ranking. Saya aktif di teater, pramuka, paskibra dan mengelola majalah dinding. Pergi ke sekolah tiga hari mengenakan rok dan tiga hari lainnya mengenakan celana panjang abu-abu. Saya sering diminta mewakili sekolah dalam berbagai lomba pidato, lomba baca puisi dan kontes debat. Berani, tak bisa diam, cuek, sebagaimana remaja pada umumnya. Di luar sekolah saya sempat ikut karate dan paduan suara, meski tak begitu sukses.
Bagaimana pandangan saya terhadap Islam? Sekadar agama yang baik. Tentu bangga (Hai, saya seorang muslimah!). Tapi anehnya saya tak pernah sholat, kecuali saat sedih. Saya pun tak bisa membaca Al Quran. Bisakah Anda bayangkan dalam usia  18 tahun saya belum juga bisa membedakan huruf ba dan nun?
Panjang kalau saya ceritakan apa yang terjadi saat itu. Intinya saya menghadiri pengajian dan membaca terjemahan Al Quran. Sepintas tak ada yang istimewa. Tapi menjadi menyentuh ketika Anda tahu, itulah kali pertama saya mengaji dan untuk pertamakalinya dalam hidup saya membaca Al Quran terjemahan! Pada usia 18 tahun!
Pulang dari pengajian tersebut, hari itu juga saya bertekad langsung mengenakan jilbab.
“Lo gila ya, Vy. Lebih revolusioner dari gue! Lo pikirin dong mateng-mateng. Solat aja jarang, ngaji nggak bisa, kenal Islam di jalan, trus sekarang lo mau pakai jilbab? Ha ha ha apa kata dunia?” kata Heidy, sahabat saya sang Ketua Osis.
Saya tak peduli. Masih menitikkan airmata mengingat kajian senja itu.
“Modal kita kan rambut, Vy. Nah kalau ntar pakai jilbab, muka kita jadi aneh. Tembem! Belum lagi ntar susah dapat kerjaan, susah dapat cowok. Gila aja lo!” sambungnya lagi. “Ya gue juga mau pakai jilbab. Tapi ntar kalau gue udah tualah. Allah kan Maha Pengertian. Yang penting kita jilbabin dulu nih, hati kita!”
Saya menatap Heidy lama. “Emang Gue pikirin? Maha Pengertian? Gue juga tahu. Nah kita pengertian nggak ama peraturan Dia? Memang siapa yang majikan siapa yang hamba sih? Kalau gue keburu mati gimana?"
Heidy nyengir. Terdiam sesaat. “Ya terserah lo deh!”
Dalam perjalanan pulang saya teringat tentang sikap saya selama ini pada para jilbaber di sekolah. Ya Allah, betapa teganya saya! Mereka bahkan sering menyingkir dari jalan yang saya lalui, hanya karena khawatir saya menyapa mereka dengan julukan “nona lemper” atau “nona lontong.”
Begitulah, pulang saya langsung mandi, mengenakan baju dan rok panjang pemberian seorang teman di pengajian. Saya pergi ke rumah Nuraida, teman sekolah berjilbab yang pernah saya panggil “nona lemper” juga. Dia ternganga membuka pintu rumahnya, lalu mengajari saya memakai jilbab. Tiba-tiba saya merasa begitu damai.
“Gue jadi jelek banget ya, Da, pakai jilbab begini?”
Ida memandang saya dengan mata kaca. “Nggak apa, Vy, jelek di mata manusia. Yang penting cantik di mata Allah…,” katanya seraya memeluk saya.
Tentu saja banyak yang berubah setelah saya berjilbab. Saya mencoba untuk menghias diri dengan ahlak karimah. Menyelaraskan tingkah laku saya dengan pakaian mulia ini, meski kata orang, kalau jalan masih saja “gagah.” Sementara sekolah gempar, orang rumah tak percaya.
Perlahan tapi pasti saya tambah terus wawasan keislaman saya. Tiada hari tanpa mengkaji! Saya juga mulai mengisi kajian keislaman untuk anak-anak SMP dan teman-teman SMA. Andis (anak disko), abas (anak basket), ater (anak teater) dan teman-teman saya yang lain tidak saya lupakan. Saya rangkul mereka, saya ajak untuk bersama lebih mengenal Islam. Saya tak menyangka. Sungguh hidayah Allah ketika satu persatu dari mereka akhirnya mulai berjilbab, termasuk Heidy.
Mulanya tak ada halangan berarti. Tapi kemudian muncul peraturan baru dari Depdikbud: Dilarang mengenakan  jilbab di sekolah!
Saya dan teman-teman—termasuk Heidy sang Ketua Osis—bangkit menentang. Tapi kami harus berhadapan dengan kekuasaan pemerintah bernama Depdikbud itu! Kami terancam dikeluarkan. Setiap ada inspeksi mendadak dari dinas pendidikan, kami bersembunyi di WC sekolah. Saya bahkan pernah masuk kelas lewat jendela, karena sudah dihadang di depan gerbang!
Akhirnya kami boleh pakai jilbab di lingkungan sekolah, tapi kalau di kelas harus dibuka. Huh, sebuah peraturan yang sungguh aneh bukan? Apa kerugian mereka kalau kami pakai jilbab di kelas? Kok mereka yang kegerahan? Pikir saya. Dan dasar bandel, saya dan Heidy tetap tak mau buka jilbab di kelas, meski sekitar 25 teman lainnya terpaksa melakukan. Sebab bila tidak menurut, kami tidak boleh ikut Ebtanas. Saya dan Heidy tetap ikut Ebtanas, tapi semua soal hanya kami kerjakan dalam setengah jam (kebayang nggak sih?). Ya soalnya setelah setengah jam itu ada inspeksi jilbab ke kelas-kelas! Makanya saya bersyukur, meski semua soal saya kerjakan dalam setengah jam, saya tetap bisa diterima di UI.
Alhamdulillah saya bersyukur hingga hari ini saya masih berjilbab.
Mungkin ada di antara sahabat yang berpikir, mengapa orang seperti Helvy---yang ‘geradakan’ ini---tiba-tiba bisa memutuskan untuk berjilbab?
Jawaban paling tepat saya rasa adalah: hidayah. Karunia sekaligus misteri Illahi. Saya mendapatkannya! Dan saya bertekad menggenggamnya terus sampai akhir masa!
Kemarin, setelah mewawancarai Ayu Utami, sebuah stasiun televisi mewawancarai saya mengenai hakikat perempuan. Sang reporter juga menanyakan alasan saya mengenakan jilbab.
Nah, di bawah ini beberapa alasan saya mengenakan jilbab:
Pertama, karena perintah Allah di dalam Al Quran, surat Al Ahzab; 59 dan Surat An Nuur: 31. 
Kedua, karena jilbab menjadi identitas utama bagi muslimah. Di mana pun kita berada bila kita mengenakan jilbab, kita dikenali sebagai muslimah (masih merujuk QS Al Ahzab; 59).
Ketiga,  dengan mengenakan jilbab, muslimah lebih aman karena tidak diganggu. Pria lebih tertarik menggoda dan melakukan pelecehan seksual pada perempuan yang memakai pakaian you can see (everything?). Biasanya perempuan berjilbab justru sering disapa dengan salam (Assalaamu’alaikum) atau dengan perkataan: “Mau kemana, Bu Hajii?” (malah didoakan, amiin).
Keempat, dengan mengenakan busana muslimah, kita menjadi lebih merdeka dalam arti sebenarnya. Contoh kasus: saya kasihan sekali kalau melihat rekan perempuan yang memakai rok mini, naik kendaraan umum. Dalam kendaraan ia akan sangat gelisah dan berusaha menarik-narik rok mininya terus untuk menutupi pahanya. Kadang gelagapan menutupi bagian tersebut dengan tas kerjanya. Sangat tidak nyaman. Dengan mengenakan busana muslimah, kita bisa duduk dengan santai dan leluasa.
Kelima, dengan berjilbab, kita merdeka dari pandangan orang yang mengukur kita dari fisik semata. Kita tak lagi diukur dari besar kecilnya betis, pinggang atau bagian tubuh kita lainnya. Orang akan mengukur kita semata dari kebaikan hati dan kecerdasan kita.
Keenam, dengan berjilbab maka kontrol ada di tangan perempuan, bukan pria. Perempuan bebas mengontrol  dan menentukan pria mana yang boleh atau yang tidak boleh melihatnya.
Ketujuh, bagi seorang gadis, dengan berjilbab pada dasarnya ia sudah melakukan proses seleksi terhadap calon suaminya kelak. Bukankah hanya pria baik-baik dan memiliki wawasan keislaman memadai yang berani melamar gadis berjilbab?
Ke delapan, jilbab tak pernah menghalangi muslimah untuk maju dalam kebaikan. Sejarah mencatat banyak perempuan agung di masa nabi SAW dan sesudahnya. Mereka mempunyai beragam profesi, berbagai kiprah dalam masyarakat dan prestasi yang tak pernah berhenti, sampai di medan perang sekali pun---tanpa pernah menanggalkan jilbab mereka. 
Tentu saja jilbab bukan menjadi satu-satunya indikator ketakwaan seseorang. Tetapi jilbab menjadi salah satu realisasi amaliyah dari keimanan kita (iman harus dibuktikan dengan amal bukan?). Dan pada akhirnya amal tersebut akan menunjukkan sisi ketakwaan kita.
Jadi, mengapa harus takut dan ragu untuk berjilbab? Berani dong! ;)
SUMBER: http://helvytr.multiply.com/journal/item/71?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem